Rabu, 18 November 2015

DAMPAK KABUT ASAP BAGI LINGKUNGAN SEKITAR

 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian 
       Kabut asap adalah kumpulan asap dan kabut yang bercampur menjadi satu kesatuan. Yang memiliki nilai kandungan halimun airnya lebih besar dari 0,1 Milimeter. Kabut bisa terbentuk ketika kelembaban relatif udara sudah mencapai 100%
         Namun proses pembentukannya tergantung pada cukup tidaknya inti kondensasi yang tersedia. Kabut asap juga dapat disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan karena campur tangan manusia di dalamnya. 

1.2 Latar belakang
     Kehutanan yang asal katanya adalah hutan merupakan harta kekayaan yang diatur oleh Pemerintah, memberikan kegunaan bagi umat manusia, oleh sebab itu wajib dijaga, ditangani dan digunakan secara maksimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara berkesinambungan. Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber kesejahteraan rakyat, semakin menurun keadaannya, oleh sebab itu eksistensinya harus dijaga secara terus-menerus, agar tetap abadi dan ditangani dengan budi pekerti yang luhur, berkeadilan, berwibawa, transparan dan profesional serta bertanggung jawab.1 Namun, bersamaan itu pula sebagai dampak negatif atas pengelolaan hutan yang eksploitatif dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, pada akhirnya menyisakan banyak persoalan, diantaranya tingkat kerusakan hutan yang sangat mengkhawatirkan. Penanganan dan pengelolaan hutan yang berkesinambungan dan berpikiran global, harus menyerap aspirasi dan partisipasi masyarakat yang berdasarkan norma hukum yang tertinggi di Indonesia yaitu Pancasila , maupun berdasarkan hukum internasional yang telah disepakati bersama-sama antar negara. Maka apabila terjadi kerusakan terhadap hutan seperti terjadinya kebakaran, penebangan liar dan kerusakan lainnya yang menimbulkan dampak yang kurang baik dalam hidup manusia menjadi masalah yang begitu berat untuk dirasakan oleh Indonesia khususnya pada Universitas Sumatera Utara Provinsi Riau maupun negara tetangga Indonesia yang terdekat seperti Malaysia dan Singapura. Terjadinya kebakaran hutan dapat mengakibatkan pencemaran udara yang bersifat lintas batas, namun dapat diketahui juga penyebab-penyebab lain yang dapat mengakibatkan pencemaran udara yang dapat mengganggu negara tetangga. Adapun penyebabnya dapat dijabarkan sebagai berikut:2 a. Asap dari cerobong pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran atau kebakaran hutan, asap rokok, yang membebaskan CO dan CO2 ke udara. b. Asap vulkanik dari aktivitas gunung berapi dan asap letusan gunung berapi yang menebarkan partikel debu ke udara. c. Bahan dan partikel radio aktif dari bom atom atau percobaan nuklir yang membebaskan partikel debu radio aktif ke udara. d. Asap dari pembakaran batubara pada pembangkit listrik atau pabrik yang membebaskan partikel nitrogen oksida dan oksida sulfur. e. Chloro Fluoro Carbon (CFC) yang berasal dari kebocoran mesin pendingin ruangan, kulkas, AC mobil. Namun dalam penulisan karya ilmiah ini yang dibahas secara khusus adalah pencemaran udara lintas batas yang diakibatkan oleh kebakaran hutan. Dalam hal ini penjelasan mengenai pencemaran udara lintas batas ini dapat dilihat melalui ulasanulasan yang lebih mendalam pada BAB selanjutnya. Pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1 ayat (1) Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan Universitas Sumatera Utara hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Pasal 2 ayat (2) Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.3 Berdasarkan pengertian tersebut, kawasan seperti ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika serta pelestari tanah dan merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.4 Dapat dikatakan bahwa hutan Indonesia menjadi paru-paru dunia karena Indonesia memiliki hutan sebesar 53% dari luas total didunia, dimana jenis hutannya adalah hutan tropis yang dimiliki Indonesia sepanjang hamparan kepulauannya, khususnya di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hutan dari hasil hutan Indonesia merupakan pemasok utama kayu tropis dunia. Dengan tercatat besar dan banyaknya jumlah hutan di Indonesia serta hasil dari hutan itu khususnya kayu yang menjadi hasil utama mengakibatkan banyaknya terjadi penebangan liar dan kebakaran hutan. Persoalan lingkungan hidup yang sering sekali dibahas dalam beberapa tahun belakangan ini adalah persoalan lapisan ozon yang semakin menipis dan perubahan iklim yang semakin tidak menentu. Kedua hal ini merupakan pembahasan yang sangat lazim diperbincangkan karena berpengaruh besar terhadap keselamatan cukup popular di beberapa negara selain lapisan ozon5 yang berada tepat satu regional akan tetapi dapat memicu permasalahan lingkungan hidup yang cukup besar. Salah satu persoalan Universitas Sumatera Utara lingkungan hidup yang cukup meresahkan masyarakat di beberapa negara adalah kebakaran hutan. Permasalahan perusakan hutan yang khususnya terjadi di Riau akibatnya dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan dan masyarakat sekitar wilayah Sumatera dan juga meliputi aspek lepas batas negara yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat warga negara tetangga Indonesia. Kebakaran hutan di Indonesia juga mengakibatkan pencemaran udara di beberapa negara, khususnya negara Malaysia dan Singapura. Permasalahan kabut asap kebakaran hutan di Riau ini menjadi masalah internasional karena kasus ini menimbulkan pencemaran di negara tetangga (transboundary pollution) sehingga Malaysia dan Singapura mengajukan protes terhadap Indonesia atas terjadinya masalah ini. Malaysia dan Singapura mendesak Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini karena kebakaran hutan ini bukan merupakan kejadian yang pertama bagi mereka.
             Protes Malaysia dan Singapura ini berlandaskan pada kabut asap tersebut telah mengganggu kehidupan mereka seperti terjadinya gangguan kesehatan masyarakat karena kabut asap yang bersifat racun sehingga terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), asma juga kematian, perekonomian yang tidak stabil serta pariwisata mereka. Efek lain dari kabut asap juga dapat meningkatkan kecelakaan lalu lintas baik darat, laut dan udara karena jarak pandang yang sangat pendek. Ketidakmampuan Indonesia dalam menyelesaikan masalah kebakaran hutan ini bukan berarti bahwa Indonesia merupakan negara yang pasif dalam melindungi lingkungan hidup. Dampak yang terjadi tersebut dapat menjadi dasar untuk meminta Universitas Sumatera Utara pertanggungjawaban negara terhadap negara yang telah melakukan tindakan yang merugikan negara lain. Dalam hal ini kasus kebakaran hutan di Indonesia telah mengakibatkan dampak negatif terhadap negara-negara tetangga (Malaysia-Singapura) yang memberikan reaksi-reaksi terhadap negara Indonesia. Kebakaran hutan yang sudah sering terjadi di Indonesia dan menjadi masalah yang telah lama dimiliki Indonesia, dimana Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang luas. Permasalahan lingkungan sebenarnya tidak ada mengenal batas wilayah negara maupun wilayah administratif. Dampak kebakaran hutan berupa pencemaran udara yang tidak hanya dirasakan Indonesia saja tetapi sudah sering sekali menyebabkan pencemaran asap lintas batas ke wilayah negara-negara tetangga seperti Malaysia-Singapura. Hal ini adalah masalah serius yang memerlukan penanganan dan tindakan soal penyelesaian yang secepatnya serta dibutuhkan peran aktif dari Indonesia serta harmonisasi hukum antara Indonesia dan Malaysia-Singapura agar terciptanya kerjasama yang baik dalam rangka pencegahan dan pengendalian pencemaran udara lintas batas. 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Standarisasi Limbah
Keterkaitan antara dunia usaha dan lingkungan hidup telah disadari sejak dilaksanakannya "Conference on Human and Environment" oleh PBB pada tahun 1972 di Stockholm, yang dilanjutkan di Nairobi pada tahun 1982.  Konperensi tersebut melahirkan pemikiran bahwa pembangunan industri yang tidak terkendali akan mempengaruhi kelangsungan dunia usaha itu sendiri.
Pemikiran tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan United Nations Environment Program (UNEP) dan World Commission on Environment and Development (WCED). lstilah "Sustainable Development" yang diperkenalkan dalam laporan WCED pada tahun 1987 juga mencakup pengertian bahwa kalangan industri sudah harus mulai mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara efektif.  Selanjutnya diselenggarakan "United Nations Conference on Environment and Development (UNCED)" di Rio de Janeiro pada tahun 1992. 
Menindaklanjuti gagasan tersebut, lnggris mengeluarkan baku-mutu pengelolaan lingkungan yang pertama kali di dunia pada tahun 1992, yaitu British Standard (BS) 7750.  Komisi Uni Eropa mulai memberlakukan Eco-Management and Audit Scheme (EMAS) pada 1993.  Dengan diberlakukannya EMAS, BS 7750 direvisi dan kembali ditetapkan pada tahun 1994.  Beberapa negara Eropa yang lain juga mulai mengembangkan standardisasi pengelolaan lingkungan.
Di tingkat internasional, dengan dorongan kalangan dunia usaha "International Standardization Organization" (ISO) dan International Electrotechnical Commission (IEC) membentuk "Strategic Advisory Group on the Environment" (SAGE) pada bulan Agustus 1991. SAGE merekomendasikan kepada ISO akan perlunya suatu Technical Committee (TC) yang khusus bertugas untuk mengembangkan suatu seri standar pengelolaan lingkungan yang berlaku secara internasional.
Pada tahun 1993, ISO membentuk TC 207 yang khusus bertugas mengembangkan baku-mutu (standar) lingkungan yang dikenal sebagai ISO seri 14000.  Standar yang dikembangkan mencakup rangkaian enam aspek, yaitu:

1.    Environmental Management System (EMS).
2.    Environmental Auditing (EA).
3.    Environmental Labelling (EL).
4.    Environmental Performance Evaluation (EPE).
5.    Life Cycle Analysis (LCA).
6.    Term and Definitions (TD).

Beberapa pokok pemikiran yang mendasari ISO seri 14000 adalah sebagai berikut:

1.    Menyediakan elemen-elemen dari suatu sistem pengelolaan lingkungan yang efektif dan dapat dipadukan dengan persyaratan pengelolaan lainnya.
2.    Membantu tercapainya tujuan ekonomi dan lingkungan dengan meningkatkan kinerja lingkungan dan menghilangkan serta mencegah terjadinya hambatan dalam perdagangan.
3.    Tidak dimaksudkan sebagai hambatan perdagangan non-tarif atau untuk mengubah ketentuan-­ketentuan hukum yang harus ditaati.
4.    Dapat diterapkan pada semua tipe dan skala organisasi.
5.    Agar tujuan dan sasaran lingkungan dapat tercapai maka harus didorong dengan penggunaan Best Practicable Pollution Control Technology (Teknologi Pengendalian Pencemaran Terbaik yang Praktis) dan Best Available Pollution Control Technology EconomicaIly Achieveable (Teknologi Pengendalian Pencemaran Terbaik yang layak ekonomi).

Sistem Pengelolaan Lingkungan yang dikembangkan oleh ISO mengambil model "continual improvement" yang didefinisikan sebagai:


"Process of enhancing the environmental management system, the purpose of achieving improvements in overall environmentaI performance, not necessarily in the areas of activity simultaneously, resulting from continuous efforts to improve in line with the organization's environmental policy".

Arti dari ISO seri 14000 adalah Sistem Pengelolaan Lingkungan, yang dalam pelaksanaannya didukung oleh beberapa alat bantu (support tools) tentang:

1. Kajian pelaksanaan program lingkungan dan Sistem Pengelolaan Lingkungan: "Environmental Audits",
2.    Evaluasi kinerja lingkungan yang dicapai organisasi: "EnvironmentaI Performance Evaluation",
3.    Pemberian label lingkungan terhadap produk: "Environmental Labelling", dan
4.    Kajian tentang daur hidup produk dari bahan mentah, proses (limbah) hingga pada produk yang tak dapat dimanfaatkan kembali (sampah), ini disebut dengan Life Cycle Assessment.

Beberapa keuntungan yang dapat dari pelaksanaan Sistem Pengelolaan Lingkungan adalah:
1. Optimisasi penghematan biaya dan efisiensi.
2.    Mengurangi risiko lingkungan.
3.    Meningkatkan citra (image) organisasi.
4.    Meningkatkan kepekaan terhadap perhatian publik.
5.  Memperbaiki proses pengambilan keputusan.



2.2 Realita Lapangan
       Belakangan ini banyak berita yang mengangkat tema tentang banyaknya kasus atau musibah yang terjadi berkaitan dengan kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian manusia, yang juga berdampak pada lingkugan sekitarnya. Hasil penelusuran sederhana dari situs yang dikelola bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan jelas menampilkan kondisi yang menguatkan kondisi kabut asap di wilayah Indonesia.
Grafik jumlah hotspot per Provinsi 2 September 2015 (hasil olahan dari data titik panas dari Satelit Terra dan Aqua confidence > 80 dari situs SiPongi)
Grafik jumlah hotspot di Provinsi Riau 2 September 2015 (hasil olahan dari data titik panas dari Satelit Terra dan Aqua confidence > 80 dari situs SiPongi)
           Pada Gambar 2 terlihat bahwa hotspot menumpuk sangat rapat di Pulau Sumatera. Dari total 431 hotspot  yang terpantau di seluruh wilayah Indonesia pada Rabu, 3 September 2015 (dari satelit Terra dan Aqua dengan confidence > 80), sebanyak 341 atau 79% berada di Pulau Sumatera. Sebaran hotspot per provinsi dapat dilihat pada Gambar 3. Adapun sebaran hotspot di Wilayah Riau, wilayah yang terdampak parah di Sumatera, bisa dilihat pada Gambar 4.          Dari Gambar 3, hotspot terbanyak terpantau di Provinsi Jambi (118 hotspot), sama seperti pada kondisi dua hari yang lalu. Provinsi lainnya yang terpantau hotspot dalam jumlah besar adalah Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Untuk Provinsi Riau, dari 88 hotspot yang terpantau sebagian besar berasal  dari daerah dekat Pekabnaru yaitu Pelalawan, dan Indragiri Hilir.   Kondisi kabut asap di beberapa wilayah bahkan sudah sampai pada kondisi berbahaya. Kompas.com memberitakan bahwa kondisi cuaca di hampir seluruh Riau sudah masuk kategori tidak sehat. Dari pembacaan 10 alat pencatat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang tersebar di beberapa wilayah Riau, enam di antaranya berada pada kategori Berbahaya dengan angka polutan di atas 300. Enam wilayah itu adalah Rumbai dan Panam (Pekanbaru), Petapahan-Kampar, Minas-Siak, serta Bangko dan Libo-Rokan Hilir.         Mengingat musim kemarau masih akan terus berlangsung, dan dampak kebakaran hutan dan lahan semakin parah, pemerintah baik pada tingkat daerah maupun pusat harus segera bertindak. Jangan menunggu kabut asap melintas batas negara hingga ke negara tetangga baru pemerintah bergerak. Jangan menunggu dunia Internasional kembali berteriak kemudaian baru bertindak. Masyarakat di daerah sudah bergerak saling membantu sesame dari ancaman semakin memburuknya kondisi kesehatan dan aktivitas yang terhenti akibat kabut asap. Kerugian materi terus bertambah dan kesehatan warga makin memburuk. Darurat kabut asap harus segera ditangani mengingat meluasnya dampak bencana maupun kerugian yang sudah semakin besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan 
           Kesimpulan yang dapat kami ambil dari dampak kebakaran hutan bagi ekosistem adalah:
1. Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya
2. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas.
3.2 Saran
          Saran kami ialah, karena hutan merupakan sebagai sumber paru paru dunia maka kita harus menjaganya untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang berada didunia.


Daftar pustaka

http://www.wri.org/blog/2014/03/kebakaran-hutan-indonesia-membawa-lebih-banyak-asap-ke-asia-tenggara
http://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/indonesia-darurat-kabut-asap_55e8012ef59273db07449b4a
https://lonawind.wordpress.com/2013/06/17/makalah-kebakaran-hutan/