BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian
Kabut asap adalah kumpulan asap dan kabut yang bercampur menjadi satu kesatuan. Yang memiliki nilai kandungan halimun airnya lebih besar dari 0,1 Milimeter. Kabut bisa terbentuk ketika kelembaban relatif udara sudah mencapai 100%
Namun proses pembentukannya tergantung pada cukup tidaknya inti kondensasi yang tersedia. Kabut asap juga dapat disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan karena campur tangan manusia di dalamnya.
1.2 Latar belakang
Kehutanan yang asal katanya adalah hutan merupakan harta kekayaan yang
diatur oleh Pemerintah, memberikan kegunaan bagi umat manusia, oleh sebab itu
wajib dijaga, ditangani dan digunakan secara maksimal untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat secara berkesinambungan. Hutan sebagai salah satu penentu
penyangga kehidupan dan sumber kesejahteraan rakyat, semakin menurun keadaannya,
oleh sebab itu eksistensinya harus dijaga secara terus-menerus, agar tetap abadi dan
ditangani dengan budi pekerti yang luhur, berkeadilan, berwibawa, transparan dan
profesional serta bertanggung jawab.1 Namun, bersamaan itu pula sebagai dampak
negatif atas pengelolaan hutan yang eksploitatif dan tidak berpihak pada kepentingan
rakyat, pada akhirnya menyisakan banyak persoalan, diantaranya tingkat kerusakan
hutan yang sangat mengkhawatirkan.
Penanganan dan pengelolaan hutan yang berkesinambungan dan berpikiran
global, harus menyerap aspirasi dan partisipasi masyarakat yang berdasarkan norma
hukum yang tertinggi di Indonesia yaitu Pancasila , maupun berdasarkan hukum
internasional yang telah disepakati bersama-sama antar negara. Maka apabila terjadi
kerusakan terhadap hutan seperti terjadinya kebakaran, penebangan liar dan
kerusakan lainnya yang menimbulkan dampak yang kurang baik dalam hidup manusia
menjadi masalah yang begitu berat untuk dirasakan oleh Indonesia khususnya pada
Universitas Sumatera Utara
Provinsi Riau maupun negara tetangga Indonesia yang terdekat seperti Malaysia dan
Singapura.
Terjadinya kebakaran hutan dapat mengakibatkan pencemaran udara yang
bersifat lintas batas, namun dapat diketahui juga penyebab-penyebab lain yang dapat
mengakibatkan pencemaran udara yang dapat mengganggu negara tetangga. Adapun
penyebabnya dapat dijabarkan sebagai berikut:2
a. Asap dari cerobong pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran atau kebakaran
hutan, asap rokok, yang membebaskan CO dan CO2 ke udara.
b. Asap vulkanik dari aktivitas gunung berapi dan asap letusan gunung berapi
yang menebarkan partikel debu ke udara.
c. Bahan dan partikel radio aktif dari bom atom atau percobaan nuklir yang
membebaskan partikel debu radio aktif ke udara.
d. Asap dari pembakaran batubara pada pembangkit listrik atau pabrik yang
membebaskan partikel nitrogen oksida dan oksida sulfur.
e. Chloro Fluoro Carbon (CFC) yang berasal dari kebocoran mesin pendingin
ruangan, kulkas, AC mobil.
Namun dalam penulisan karya ilmiah ini yang dibahas secara khusus adalah
pencemaran udara lintas batas yang diakibatkan oleh kebakaran hutan. Dalam hal ini
penjelasan mengenai pencemaran udara lintas batas ini dapat dilihat melalui ulasanulasan
yang lebih mendalam pada BAB selanjutnya.
Pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1 ayat
(1) Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan
Universitas Sumatera Utara
hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Pasal 2 ayat (2) Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.3
Berdasarkan pengertian tersebut, kawasan seperti ini terdapat di wilayah-wilayah
yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan,
modulator arus hidrologika serta pelestari tanah dan merupakan salah satu aspek
biosfer bumi yang paling penting.4 Dapat dikatakan bahwa hutan Indonesia menjadi
paru-paru dunia karena Indonesia memiliki hutan sebesar 53% dari luas total didunia,
dimana jenis hutannya adalah hutan tropis yang dimiliki Indonesia sepanjang
hamparan kepulauannya, khususnya di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hutan
dari hasil hutan Indonesia merupakan pemasok utama kayu tropis dunia. Dengan
tercatat besar dan banyaknya jumlah hutan di Indonesia serta hasil dari hutan itu
khususnya kayu yang menjadi hasil utama mengakibatkan banyaknya terjadi
penebangan liar dan kebakaran hutan.
Persoalan lingkungan hidup yang sering sekali dibahas dalam beberapa tahun
belakangan ini adalah persoalan lapisan ozon yang semakin menipis dan perubahan
iklim yang semakin tidak menentu. Kedua hal ini merupakan pembahasan yang sangat
lazim diperbincangkan karena berpengaruh besar terhadap keselamatan cukup popular
di beberapa negara selain lapisan ozon5 yang berada tepat satu regional akan tetapi
dapat memicu permasalahan lingkungan hidup yang cukup besar. Salah satu persoalan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan hidup yang cukup meresahkan masyarakat di beberapa negara adalah
kebakaran hutan.
Permasalahan perusakan hutan yang khususnya terjadi di Riau akibatnya
dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan dan masyarakat sekitar wilayah Sumatera dan
juga meliputi aspek lepas batas negara yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat
warga negara tetangga Indonesia. Kebakaran hutan di Indonesia juga mengakibatkan
pencemaran udara di beberapa negara, khususnya negara Malaysia dan Singapura.
Permasalahan kabut asap kebakaran hutan di Riau ini menjadi masalah
internasional karena kasus ini menimbulkan pencemaran di negara tetangga
(transboundary pollution) sehingga Malaysia dan Singapura mengajukan protes
terhadap Indonesia atas terjadinya masalah ini. Malaysia dan Singapura mendesak
Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini karena kebakaran hutan ini bukan
merupakan kejadian yang pertama bagi mereka.
Protes Malaysia dan Singapura ini berlandaskan pada kabut asap tersebut telah
mengganggu kehidupan mereka seperti terjadinya gangguan kesehatan masyarakat
karena kabut asap yang bersifat racun sehingga terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA), asma juga kematian, perekonomian yang tidak stabil serta pariwisata
mereka. Efek lain dari kabut asap juga dapat meningkatkan kecelakaan lalu lintas baik
darat, laut dan udara karena jarak pandang yang sangat pendek.
Ketidakmampuan Indonesia dalam menyelesaikan masalah kebakaran hutan ini
bukan berarti bahwa Indonesia merupakan negara yang pasif dalam melindungi
lingkungan hidup. Dampak yang terjadi tersebut dapat menjadi dasar untuk meminta
Universitas Sumatera Utara
pertanggungjawaban negara terhadap negara yang telah melakukan tindakan yang
merugikan negara lain. Dalam hal ini kasus kebakaran hutan di Indonesia telah
mengakibatkan dampak negatif terhadap negara-negara tetangga (Malaysia-Singapura)
yang memberikan reaksi-reaksi terhadap negara Indonesia.
Kebakaran hutan yang sudah sering terjadi di Indonesia dan menjadi masalah
yang telah lama dimiliki Indonesia, dimana Indonesia memiliki hutan hujan tropis
yang luas. Permasalahan lingkungan sebenarnya tidak ada mengenal batas wilayah
negara maupun wilayah administratif. Dampak kebakaran hutan berupa pencemaran
udara yang tidak hanya dirasakan Indonesia saja tetapi sudah sering sekali
menyebabkan pencemaran asap lintas batas ke wilayah negara-negara tetangga seperti
Malaysia-Singapura. Hal ini adalah masalah serius yang memerlukan penanganan dan
tindakan soal penyelesaian yang secepatnya serta dibutuhkan peran aktif dari Indonesia
serta harmonisasi hukum antara Indonesia dan Malaysia-Singapura agar terciptanya
kerjasama yang baik dalam rangka pencegahan dan pengendalian pencemaran udara
lintas batas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Standarisasi Limbah
Keterkaitan antara dunia usaha dan lingkungan hidup telah disadari sejak
dilaksanakannya "Conference on Human
and Environment" oleh PBB pada
tahun 1972 di Stockholm, yang dilanjutkan di Nairobi pada tahun 1982. Konperensi tersebut melahirkan pemikiran
bahwa pembangunan industri yang tidak terkendali akan mempengaruhi kelangsungan
dunia usaha itu sendiri.
Pemikiran tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan United Nations Environment Program (UNEP) dan World Commission on Environment and
Development (WCED). lstilah "Sustainable
Development" yang diperkenalkan dalam laporan WCED pada tahun 1987
juga mencakup pengertian bahwa kalangan industri sudah harus mulai
mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara
efektif. Selanjutnya diselenggarakan
"United Nations Conference on
Environment and Development (UNCED)" di Rio de Janeiro pada tahun
1992.
Menindaklanjuti gagasan tersebut, lnggris mengeluarkan baku-mutu
pengelolaan lingkungan yang pertama kali di dunia pada tahun 1992, yaitu British Standard (BS) 7750. Komisi Uni Eropa mulai memberlakukan Eco-Management and Audit Scheme (EMAS)
pada 1993. Dengan diberlakukannya EMAS,
BS 7750 direvisi dan kembali ditetapkan pada tahun 1994. Beberapa negara Eropa yang lain juga mulai
mengembangkan standardisasi pengelolaan lingkungan.
Di tingkat internasional, dengan dorongan kalangan dunia usaha "International Standardization Organization" (ISO) dan International Electrotechnical Commission (IEC)
membentuk "Strategic Advisory Group on the Environment" (SAGE)
pada bulan Agustus 1991. SAGE merekomendasikan kepada ISO akan perlunya suatu Technical Committee (TC) yang khusus
bertugas untuk mengembangkan suatu seri standar pengelolaan lingkungan yang
berlaku secara internasional.
Pada tahun 1993, ISO membentuk TC 207 yang khusus bertugas mengembangkan
baku-mutu (standar) lingkungan yang dikenal sebagai ISO seri 14000. Standar yang dikembangkan mencakup rangkaian
enam aspek, yaitu:
1. Environmental Management System
(EMS).
2. Environmental
Auditing (EA).
3. Environmental
Labelling (EL).
4. Environmental
Performance Evaluation (EPE).
5. Life
Cycle Analysis (LCA).
6. Term and Definitions (TD).
Beberapa pokok pemikiran yang mendasari ISO seri 14000 adalah sebagai
berikut:
1. Menyediakan elemen-elemen dari suatu sistem
pengelolaan lingkungan yang efektif dan dapat dipadukan dengan persyaratan
pengelolaan lainnya.
2. Membantu tercapainya tujuan ekonomi dan
lingkungan dengan meningkatkan kinerja lingkungan dan menghilangkan serta
mencegah terjadinya hambatan dalam perdagangan.
3. Tidak dimaksudkan sebagai hambatan
perdagangan non-tarif atau untuk mengubah ketentuan-ketentuan hukum yang harus
ditaati.
4. Dapat diterapkan pada semua tipe dan skala
organisasi.
5. Agar tujuan dan sasaran lingkungan dapat tercapai
maka harus didorong dengan penggunaan Best Practicable
Pollution Control Technology (Teknologi Pengendalian Pencemaran Terbaik
yang Praktis) dan Best Available
Pollution Control Technology EconomicaIly Achieveable (Teknologi
Pengendalian Pencemaran Terbaik yang layak ekonomi).
Sistem Pengelolaan Lingkungan yang dikembangkan oleh ISO mengambil model "continual improvement" yang
didefinisikan sebagai:
"Process of enhancing the environmental management system,
the purpose of achieving improvements in overall environmentaI
performance, not necessarily in the areas of activity simultaneously, resulting from continuous efforts to improve in line with the organization's environmental policy".
Arti dari ISO seri 14000 adalah Sistem Pengelolaan Lingkungan, yang dalam
pelaksanaannya didukung oleh beberapa alat bantu (support tools) tentang:
1. Kajian pelaksanaan program
lingkungan dan Sistem Pengelolaan Lingkungan: "Environmental Audits",
2. Evaluasi kinerja lingkungan yang dicapai
organisasi: "EnvironmentaI
Performance Evaluation",
3. Pemberian label lingkungan terhadap produk: "Environmental Labelling", dan
4. Kajian tentang daur hidup produk dari bahan
mentah, proses (limbah) hingga pada produk yang tak dapat dimanfaatkan kembali
(sampah), ini disebut dengan Life Cycle Assessment.
Beberapa keuntungan yang dapat dari pelaksanaan Sistem Pengelolaan
Lingkungan adalah:
1. Optimisasi penghematan biaya
dan efisiensi.
2. Mengurangi risiko lingkungan.
3. Meningkatkan citra (image) organisasi.
4. Meningkatkan kepekaan terhadap perhatian
publik.
5. Memperbaiki proses pengambilan keputusan.
2.2 Realita Lapangan
Belakangan ini banyak berita yang mengangkat tema tentang banyaknya kasus atau musibah yang terjadi berkaitan dengan kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian manusia, yang juga berdampak pada lingkugan sekitarnya. Hasil penelusuran sederhana dari situs yang dikelola bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan jelas menampilkan kondisi yang menguatkan kondisi kabut asap di wilayah Indonesia.
Grafik jumlah hotspot per Provinsi 2 September 2015 (hasil olahan dari data titik panas dari Satelit Terra dan Aqua confidence > 80 dari situs SiPongi)
Grafik jumlah hotspot di Provinsi Riau 2 September 2015 (hasil olahan dari data titik panas dari Satelit Terra dan Aqua confidence > 80 dari situs SiPongi)
Pada Gambar 2 terlihat bahwa hotspot menumpuk sangat rapat di Pulau Sumatera. Dari total 431 hotspot yang terpantau di seluruh wilayah Indonesia pada Rabu, 3 September 2015 (dari satelit Terra dan Aqua dengan confidence > 80), sebanyak 341 atau 79% berada di Pulau Sumatera. Sebaran hotspot per provinsi dapat dilihat pada Gambar 3. Adapun sebaran hotspot di Wilayah Riau, wilayah yang terdampak parah di Sumatera, bisa dilihat pada Gambar 4. Dari Gambar 3, hotspot terbanyak terpantau di Provinsi Jambi (118 hotspot), sama seperti pada kondisi dua hari yang lalu. Provinsi lainnya yang terpantau hotspot dalam jumlah besar adalah Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Untuk Provinsi Riau, dari 88 hotspot yang terpantau sebagian besar berasal dari daerah dekat Pekabnaru yaitu Pelalawan, dan Indragiri Hilir. Kondisi kabut asap di beberapa wilayah bahkan sudah sampai pada kondisi berbahaya. Kompas.com memberitakan bahwa kondisi cuaca di hampir seluruh Riau sudah masuk kategori tidak sehat. Dari pembacaan 10 alat pencatat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang tersebar di beberapa wilayah Riau, enam di antaranya berada pada kategori Berbahaya dengan angka polutan di atas 300. Enam wilayah itu adalah Rumbai dan Panam (Pekanbaru), Petapahan-Kampar, Minas-Siak, serta Bangko dan Libo-Rokan Hilir. Mengingat musim kemarau masih akan terus berlangsung, dan dampak kebakaran hutan dan lahan semakin parah, pemerintah baik pada tingkat daerah maupun pusat harus segera bertindak. Jangan menunggu kabut asap melintas batas negara hingga ke negara tetangga baru pemerintah bergerak. Jangan menunggu dunia Internasional kembali berteriak kemudaian baru bertindak. Masyarakat di daerah sudah bergerak saling membantu sesame dari ancaman semakin memburuknya kondisi kesehatan dan aktivitas yang terhenti akibat kabut asap. Kerugian materi terus bertambah dan kesehatan warga makin memburuk. Darurat kabut asap harus segera ditangani mengingat meluasnya dampak bencana maupun kerugian yang sudah semakin besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari dampak kebakaran hutan bagi ekosistem adalah:
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari dampak kebakaran hutan bagi ekosistem adalah:
1. Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya
2. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas.
3.2 Saran
Saran kami ialah, karena hutan merupakan sebagai sumber paru paru dunia maka kita harus menjaganya untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang berada didunia.
Daftar pustaka
http://www.wri.org/blog/2014/03/kebakaran-hutan-indonesia-membawa-lebih-banyak-asap-ke-asia-tenggara
http://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/indonesia-darurat-kabut-asap_55e8012ef59273db07449b4a
http://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/indonesia-darurat-kabut-asap_55e8012ef59273db07449b4a
https://lonawind.wordpress.com/2013/06/17/makalah-kebakaran-hutan/